Kriminalisasi Kasus-kasus Perdata & Putusan Peradilan Tata Usaha Negara

Kriminalisasi Kasus-kasus Perdata & Putusan Peradilan Tata Usaha Negara - Seorang Mahasiswa Fakultas Hukum, terutama ditingkat akhir tentunya sudah paham sekali mengenai perbedaan antara kasus-kasus perdata dan kasus-kasus pidana. Namun ada baiknya kita rumuskan kembali perbedaan keduanya dengan bahasa yang sederhana. Kasus-kasus perdata adalah kasus-kasus yang menyangkut pelanggaran terhadap hak-hak keperdataan atau pun hak kepemilikan seseorang ataupun perusahaan. Contohnya : Kasus utang piutang, jual beli, kepemilikan saham perusahaan, dan lain sebagainya. Bahkan kasus perburuhan dan kasus perceraian termasuk didalam kasus-kasus perdata yang lebih khusus (spesifik). Sedangkan kasus-kasus pidana adalah kasus-kasus yang menyangkut perbuatan pidana seorang yang masuk dalam rumusan kejahatan tertentu. Contohnya : Kasus pembunuhan, penipuan, penggelapan, penghinaan dan lain sebagainya bisa ditangani oleh pengacara purwokerto.

Kriminalisasi Kasus-kasus Perdata & Putusan Peradilan Tata Usaha Negara

Namun dewasa ini perbedaan yang mencolok antara kasus-kasus perdata dengan kasus-kasus pidana sering dibuat bias oleh penyidik. Sehingga banyak terjadi kasus-kasus perdata yang dibuat seolah-olah merupakan kasus pidana. Terlebih, dengan menggunakan Pasal "karet", semua perbuatan perdata dapat dianggap sebagai perbuatan pidana. Sebagai contoh, sesorang yang terlambat membayar utangnya, bisa dilaporkan melakukan penipuan dan penggelapan. Dan jika utangnya tersebut telah dibayarkan lunas, maka yang bersangkutan bisa langsung dibebaskan penyidik, dan kasus dianggap selesai.

Pengenaan pasal-pasal pidana terhadap sesorang haruslah diperhatikan dengan cermat oleh penyidik, karena azas hukum pidana jelas menyatakan bahwa penyelesaian pidana haruslah dianggap sebagai ‘ultimum remedium’ (obat terakhir) bagi perkara tersebut, bukan sebaliknya, digunakan sebagai senjata guna menekan seseorang untuk menyelesaikan perkara tersebut.

Lagipula, unsur-unsur yang terkandung dalam pasal-pasal pidana harus dirumuskan secara tepat oleh penyidik dan penuntut umum. Karena tidak terpenuhinya uraian mengenai unsur pidana seseorang, menyebabkan gugur pula pidana yang didakwakan terhadap orang tersebut.

Gugatan perdata secara umum dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, gugatan atas dasar perbuatan ingkar janji (wanprestasi) dan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH). Secara sederhana, gugatan atas dasar perbuatan ingkar janji (wanprestasi) didasarkan pada tidak dipenuhinya sebagian ataupun seluruh isi dari suatu perjanjian. Sedangkan gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) didasarkan adanya itikad tidak baik seseorang atau badan terhadap oang atau pihak lain. Gugatan atas dasar perbuatan melawan hukum (PMH) inilah yang kerap dikriminalisasikan menjadi kasus pidana. Padahal seperti diuraikan sebelumnya, antara kasus-kasus perdata dan kasus-kasus pidana sangat berbeda jauh serta mudah untuk dipatahkan. Namun hal tersebut kembali ke penyidik, apakah tetap "memaksakan" kasus-kasus perdata tersebut menjadi kasus pidana sesuai "pesanan" ataukah mundur dan mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).

Pelaksanaan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara
Sebagaimana yang diketahui bersama, ruang lingkup Tata Tata Usaha Negara meliputi Surat Keputusan ataupun penetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan akibat hukum bagi sesorang atau Badan Hukum perdata. Contoh Surat Keputusan ataupun penetapan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara antara lain : Surat Penempatan atau penugasan Karyawan Negeri Sipil (PNS) didalam instansi, Sertipikat Tanah yang dikeluarkan BPN, dan lain sebagainya. Penerbitan surat-surat keputusan tersebut sering mengundang kontroversi dalam masyarakat yang berujung pada diajukannya gugatan melalui peradilan Tata Usaha Negara.

Seseorang yang merasa dirugikan akibat diterbitkannya Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara yang membawahi daerah tempat pajabat atau instansi tersebut berkedudukan, tanpa perlu merasa khawatir akan hak-haknya yang akan diberangus karena telah mengajukan gugatan. Sepanjang gugatannya tersebut didukung oleh fakta-fakta dan bukti-bukti yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka gugatan dimaksud haruslah dikabulkan oleh Majelis Hakim.

Berdasarkan Pasal 97 ayat 9 UU PTUN, Majelis Hakim dalam Putusannya apabila mengabulkan gugatan penggugat terbagi dalam 3 (tiga) kriteria :
  • Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan; atau
  • Pencabutan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dan menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara yang baru; atau
  • Penerbitan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal gugatan mengenai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menolak menerbitkan Keputusan Tata Usaha Negara sedangkan hal itu menjadi kewajibannya.
Berdasarkan Pasal 97 ayat 9 UU PTUN sebagaimana diuraikan diatas, maka Pelaksanaan Putusan untuk kriteria pertama adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi dalam kurun waktu 4 (empat) bulan sejak Putusan Tata Usaha Negara dimaksud mempunyai kekuatan hukum tetap.

Adapun Pelaksanaan Putusan untuk kriteria kedua dan ketiga, setelah 3 (tiga) bulan kewajiban tersebut belum dijalankan Tergugat, maka Penggugat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar Pengadilan memerintahkan Tergugat melaksanakan Putusan Pengadilan tersebut.

Jika Tergugat masih tetap tidak mau melaksanakannya, Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada instansi atasannya menurut jenjang jabatan. Instansi atasannya dalam kurun waktu 2 (dua) bulan setelah menerima pemberitahuan dari Ketua Pengadilan harus sudah memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan isi Putusan tersebut. Dan apabila instansi atasannya tersebut tidak mau memerintahkan pejabat tersebut melaksanakan isi Putusan tersebut, maka Ketua Pengadilan mengajukan hal ini kepada Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk memerintahkan Tergugat melaksanakan Putusan Pengadilan tersebut.

Jasa konsultasi hukum gratis di https://www.pengacarapurwokerto.com